Saturday 28 October 2017

Refleksi Perkuliahan Filsafat Ilmu-Peran filsafat dalam perkembangan dunia 2



Refleksi Perkuliahan Filsafat Ilmu Prof Marsigit MA.
Pertemuan 5- Peran filsafat dalam perkembangan dunia 2
Oleh : Insan Agung Nugroho/PmC 2017
Perkuliahan filsafat ilmu pertemuan 5 yang dilaksanakan hari selasa, 17 Oktober 2017 gedung pascabaru ruang 5.01.13 dari jam 07.30 – 09.10, membahasa dan mengulangi pembahasan narasi besar dunia. Namun, Prof Marsigit menerangkan narasi besar bagian dua ini lebih terperinci daripada pertemuan sebelumnya 
Manusia pada zaman kontemporer dimisalkan sebagai cetol cetol kecil yang mengalami kebingungan. Di antara manusia-manusia yang hidup pada zaman tersebut terdapat manusia yang kreatif (yaitu yang belajar filsafat yaitu yang mencari ilmu filsafat) dan manusia yang tidak kreatif. Di dalam samudra kehidupan, terdapat kapal guna mengarungi samudra yang disebut sebagai kapal bahasa (filsafat bahasa/ filsafat analitik). Karena pada dasarnya filsafat itu –isme, itu memiliki arti pusat. Kalau filsafat bahasa artinya adalah pusatnya bahasa. Oleh karena itu sebenar-benarnya manusia adalah bahasa, sebenar-benarnya diri kita adalah bahasa. Untuk itu sudah sepantasnya kita jaga lisan kita. Lisan adalah gambaran nyata siapa diri kita sebenarnya. Jangan menyebarkan fitnah atau kebohongan, karena dengan begitu,sebenar-benarnya dirimu adalah fitnah dan berita bohong tersebut.
Dalam berbagai rangkaian kehidupan zaman, filsafat menjadi sebuah modus, yang berarti pusat, trend. Dari cara pakaian, gaya berpakaian, gaya bahasa, dan sebagainya. Filsafat juga merentang sehingga memunculkan isme-isme, yang terukur melalui obje-objek yang diamati. Setiap objek yang merenatang, dibatasi oleh dua hal, yaitu langit dan bumi. Langit berarti sebuah ide,gagasan, dan keidealan. Sdangkan bumi sebagai bayangan dari langit, artinya sebuah kenyataan. Setiap gagasan, keidealan tentu bersifat tunggal, sedangkan kenyataan itu sangatlah plural. Filsafat dalam langit bersifat logic, absolute, ideal, identitas, sedangkan filsaafat bumi bersifat realism, empirism, kontradiktif. Tokoh filsafat langitt seperti Plato, sedangkan filsafat bumi adalah aristoteles.
Sebagai contoh berpikirnya, pada dasarnya istriku dalam fikiran itu satu (langit). Namun pada kenyataannya(bumi) istriku itu banyak, jadi istriku pada dasarnya seribu pangkat seribu pangkat seribu saya tidak bisa mengidentifikasikannya. Pada dasarnya jika diibaratkan dengan gambar foto dari istri saya masih kecil hingga sekarang ini, maka sebenarnya segala gambar tersebut merupakan istri saya. Hal ini masih tataran foto buatan manusia. Tentu lebih banyak lagi istriku jika dilihat dari kamera Tuhan, karena kamera Tuhan tidak putus barang sedetikpun. Jadi, istriku bisa bermakna ada dimana-mana. Seperti istriku yang sekarang, kemarin, tadi, nanti, dan lain sebagainya.
Platonisme itu bersifat idealisme, dan ini bersifat analitik (logika bersifat analitik). Maka susahnya berfilsafat karena ada dua analitik. Yaitu analitik langit dan analitik bumi. Di langit, analitik bersifat konsisten, yang penting disini ide 1, ide 2, ide 3, dan seterusnya berjalan. Nah, matematika murni bisa mengartikan sebagai definisi, teorema, apotema, dll itu tidak masalah asal jangan sampai berbeda dengan definisi sebelumnya. Oleh karena itu disini bersifat identitas yaitu A = A. Namun di dalam bumi/ kenyataan ini bersifat kontradiksi A≠A. Yang di langit bersifat aturan, dan yang dibawah merupakan bayangan. Jika aturan bersifat analitik, maka bayangan bersifat sintetik. Jika ide, logika, pikiran, analitik, konsisten itu bersifat A Priori, maka kenyataan bersifat A Posteriori.
 Dari sifat kontadiksi tadi, data dibuat bahwa A ≠ A, itu artinya 2 ≠ 2, karena dua yang satu di kanan dan yang satu dikiri. Namun di Idientitas, ada artinya 2 = 2, hanya benar jika ada dalam fikiran. Jadi, semua matematika yang tertulis itu universal, secara metafisik. Jadi jika kalian belajar metafisik, maka tidak ada yang benar seperti orang aneh. A ≠ A artinya adalah saya tidak mampu menyebutkan siapa diri saya. Karena sebelum saya selesai mengatakan siapa diri saya, saya telah berubah karena terikat oleh ruang dan waktu. Jadi, semisal di sini 11 dibagi 2, tergantung bagaimana kita membaginya, sesuai konteks kita membagi berdasarkan kenyataan. Di langit merupakan dunia maya. Oleh karenanya kita merupakan bayangan dari dunia maya.
Sesuatu yang berada di atas itu menggunakan rasio, dan bersifat skeptis dengan tokoh Rene De Scrates. Yang di bawah tokohnya David Hume adalah empirik. Antara rasionalisme, empirisisme selama berabad-abad terdapat pertengkaran yang hebat. Di sini sebelum zamannya De Scrates dan David Hume terdapat zamah kegelapan. Zaman gelap karena orang dunia barat dikuasai oleh gereja, dan orang tidak boleh menyampaikan apapun jika tidak diizinkan oleh gereja. Siapa yang tidak patuh ke gereja, maka akan di kejar di penjara bahkan di bunuh, korbannya seperti Galileo.
Pertentangan antara Rene De Scrates dengan David Hume pada abad 13 hingga 16, disini Rene De Scrates sangat fanatik pada logika karena pengalaman pada saat musim salju itu segala sesuatu itu terlihat putih. Disini, dia bingung antara mimpi dan kenyataan, karena mimpi dengan kenyataan itu sama. Menurut Rene De Scrates, apa buktinya kalau ini adalah mimpi atau kenyataan. Disini sampai Rene De Scrates meragukan adanya Tuhan, namun disini untuk mencari kebenaran Tuhan hingga dia mencari kunci, yang menyimpulkan bahwa saya berfikir maka saya ada di kenyataan, “Cargito Ergo Sum”.
Kemudia Rene De Scrates memiliki prinsip, tiadalah ilmu jika tidak berlandaskan rasio. Hal in dibantah David Hume, tidak adalah ilmu jika tidak berlandaskan pengalaman. Maka, munculah Imanuel Kant sebagai pendamai antara pemikiran mereka. Menurut I Kant, kedua-duanya salah karena terlalu mendewakan antara rasio bagi Rene De Scrates dan pengalaman bagi David Hume, disini menurut I Kant keduanya itu harus digabung. Cara menggabungnya adalah Rasio yang bersifat Analitik Apriori dan pengalaman yang bersifat sintetik A Posteriori, disini dia menggabungkan keduanya menjadi sintetik apriori.
Hal ini jika dimasukkan ke dalam ranah matematika, matematika murni itu berada di langit, jadi tidak perlu kenyataan itu seperti apa, yang penting di dalam fikiran itu benar.Maka setelah sekian abad, pada tahun 1857 lahirlah seorang yang bernama Agus T Compte kemudia ia memiliki teori yang disebut dengan Positive Saintifik. Memasuki era Agus T compte, dia mengatakan bahwa kita itu tidak  hanya berteori, namun membangun dunia. Disini menurut dia filsafat itu tidak ada gunanya, selain itu agama juga tidak logis, karena tidak bisa untuk membangun dunia. Hal ini mengakibatkan agama itu berada di paling bawah, dan yang paling atas adalah positive saintifik.
Menilik pada landasan pradigma di Indonesia, urutan tingkatan dari bawah adalah material, normal, normatif/ filsafat, spiritual yang hal ini berlandaskan pancasila. Memasuki zaman kontemporer, dimana kerajaan seperti Amerika dan kawan-kawannya. Maka perubahan paradgima, dari uruan bawah adalah Archaid, Tribal, Tradisional, Feodal, Modern, Post Modern, Post Post Modern/ Power Now. Jika Agus T Compte agama terletak di paling bawah, zaman sekarang agama juga berada di paling bawah namun maksimal adalah tradisional. Disini disindir pada cerita zaman dahulu mengenai Resi Gutawa yang memiliki istri Dewi Windarti yang kemudian diberikan hadiah Cupu Manik oleh Dewa. Bayangkan, Indonesia, NKRI kita tidak sadar bahwa kita di bawah Feodal, namun sekarang kita tak bisa mampu menolak dan akhirnya gerakan kita hanya kerja, kerja, dan kerja. Seharusnya jika ingin imbang, maka harusnya KPD yaitu Kerja Pikir dan Doa.
Dalam pembelajaran pun, kurikulum yang kita gunakan ini kurikulum yang mau tidak mau harus sesuai dengan keadaan di dunia yang ditopang oleh mulai dari materialisme, kapilatisme, utilitarian, pragmatisme (dunia instan) yang menyebabkan orang itu lupa, liberalisme, hedonisme yang menyebabkan bingung akan melakukan apa karena segala sesuatu itu sudah ada. Jadi, kurikulum yang seperti apapun tetap dipengaruhi oleh urusan dunia. Jika sekarang ini filsafat bahasa, maka zaman dahulu itu namanya filsafat alam. Alam bersifat materi sehingga disini terbentuk materialisme.
Dari pemaparan secara ekspositori oleh Prof Marsigit, secara umum bahwa dunia berkembang, filsafat berkembang, cara berpikir berkembang, segalanya berkembang. Namun pada dasarnya dunia itu bersifat spiral dan linear. Spiral artinya hal yang dulu kemungkinan terulang kembali, linear artinya maju terus, kita tidak dapat membalik waktu.Demikian.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi. Wabarakhaatu.

No comments:

Post a Comment

Refleksi Perkuliahan Filsafat Ilmu-Etik dan Estetika Pertunjukan Wayang

Refleksi Perkuliahan Filsafat Ilmu Prof Marsigit MA. Etik dan Estetika Pertunjukan Wayang Oleh : Insan Agung Nugroho/PmC 2017 Ass...