Refleksi
Perkuliahan Filsafat Ilmu Prof Marsigit MA.
Pertemuan
5- Peran filsafat dalam perkembangan
dunia 2
Oleh
: Insan Agung Nugroho/PmC 2017
Perkuliahan
filsafat ilmu pertemuan 5 yang
dilaksanakan hari selasa,
17 Oktober 2017 gedung pascabaru ruang 5.01.13 dari jam 07.30 – 09.10, membahasa dan
mengulangi pembahasan narasi besar dunia. Namun, Prof Marsigit menerangkan narasi besar bagian dua
ini lebih terperinci daripada
pertemuan sebelumnya
Manusia pada zaman kontemporer
dimisalkan sebagai cetol cetol kecil yang mengalami kebingungan. Di antara
manusia-manusia yang hidup pada zaman tersebut terdapat manusia yang kreatif
(yaitu yang belajar filsafat yaitu yang mencari ilmu filsafat) dan manusia yang
tidak kreatif. Di dalam samudra kehidupan, terdapat kapal guna mengarungi
samudra yang disebut sebagai kapal bahasa (filsafat bahasa/ filsafat analitik).
Karena pada dasarnya filsafat itu –isme, itu memiliki arti pusat. Kalau
filsafat bahasa artinya adalah pusatnya bahasa. Oleh karena itu sebenar-benarnya
manusia adalah bahasa, sebenar-benarnya diri kita adalah bahasa. Untuk
itu sudah sepantasnya kita
jaga lisan kita. Lisan adalah gambaran nyata siapa diri kita
sebenarnya. Jangan menyebarkan fitnah atau kebohongan, karena dengan begitu,sebenar-benarnya
dirimu adalah fitnah dan berita bohong
tersebut.
Dalam berbagai
rangkaian kehidupan zaman, filsafat menjadi sebuah modus, yang berarti pusat,
trend. Dari cara pakaian, gaya berpakaian, gaya bahasa, dan sebagainya.
Filsafat juga merentang sehingga memunculkan isme-isme, yang terukur melalui
obje-objek yang diamati. Setiap objek yang merenatang, dibatasi oleh dua hal,
yaitu langit dan bumi. Langit berarti sebuah ide,gagasan, dan keidealan.
Sdangkan bumi sebagai bayangan dari langit, artinya sebuah kenyataan. Setiap
gagasan, keidealan tentu bersifat tunggal, sedangkan kenyataan itu sangatlah
plural. Filsafat dalam langit bersifat logic, absolute, ideal, identitas,
sedangkan filsaafat bumi bersifat realism, empirism, kontradiktif. Tokoh
filsafat langitt seperti Plato, sedangkan filsafat bumi adalah aristoteles.
Sebagai contoh
berpikirnya, pada dasarnya
istriku dalam fikiran itu satu (langit). Namun pada kenyataannya(bumi) istriku itu banyak, jadi
istriku pada dasarnya seribu pangkat seribu pangkat seribu saya tidak bisa
mengidentifikasikannya. Pada dasarnya jika diibaratkan dengan gambar foto dari
istri saya masih kecil hingga sekarang ini, maka sebenarnya segala gambar
tersebut merupakan istri saya. Hal ini masih tataran foto buatan manusia. Tentu
lebih banyak lagi istriku jika dilihat dari kamera Tuhan, karena kamera Tuhan
tidak putus barang sedetikpun. Jadi, istriku bisa bermakna
ada dimana-mana. Seperti istriku
yang sekarang, kemarin, tadi, nanti, dan lain sebagainya.
Platonisme itu bersifat idealisme, dan ini bersifat
analitik (logika bersifat analitik). Maka susahnya berfilsafat karena ada dua
analitik. Yaitu analitik langit dan analitik bumi. Di langit, analitik bersifat
konsisten, yang penting disini ide 1, ide 2, ide 3, dan seterusnya berjalan.
Nah, matematika murni bisa mengartikan sebagai definisi, teorema, apotema, dll
itu tidak masalah asal jangan sampai berbeda dengan definisi sebelumnya. Oleh
karena itu disini bersifat identitas yaitu A = A. Namun di dalam bumi/
kenyataan ini bersifat kontradiksi A≠A. Yang di langit bersifat aturan, dan
yang dibawah merupakan bayangan. Jika aturan bersifat analitik, maka bayangan
bersifat sintetik. Jika ide, logika, pikiran, analitik, konsisten itu bersifat
A Priori, maka kenyataan bersifat A Posteriori.
Dari sifat kontadiksi
tadi, data dibuat bahwa A ≠ A, itu
artinya 2 ≠ 2, karena dua yang satu di kanan dan yang satu dikiri. Namun di
Idientitas, ada artinya 2 = 2, hanya benar jika ada dalam fikiran. Jadi, semua
matematika yang tertulis itu universal, secara metafisik. Jadi jika kalian
belajar metafisik, maka tidak ada yang benar seperti orang aneh. A ≠ A artinya
adalah saya tidak mampu menyebutkan siapa diri saya. Karena sebelum saya
selesai mengatakan siapa diri saya, saya telah berubah karena terikat oleh
ruang dan waktu. Jadi, semisal di sini 11 dibagi 2, tergantung bagaimana kita
membaginya, sesuai konteks kita membagi berdasarkan kenyataan. Di langit
merupakan dunia maya. Oleh karenanya kita merupakan bayangan dari dunia maya.
Sesuatu yang berada di atas itu menggunakan rasio, dan
bersifat skeptis dengan tokoh Rene De Scrates. Yang di bawah tokohnya David
Hume adalah empirik. Antara rasionalisme, empirisisme selama berabad-abad
terdapat pertengkaran yang hebat. Di sini sebelum zamannya De Scrates dan David
Hume terdapat zamah kegelapan. Zaman gelap karena orang dunia barat dikuasai
oleh gereja, dan orang tidak boleh menyampaikan apapun jika tidak diizinkan oleh gereja. Siapa yang tidak patuh
ke gereja, maka akan di kejar di penjara bahkan di bunuh, korbannya seperti
Galileo.
Pertentangan antara Rene De Scrates dengan David Hume pada
abad 13 hingga 16, disini Rene De Scrates sangat fanatik pada
logika karena pengalaman pada saat musim salju itu segala sesuatu itu terlihat
putih. Disini, dia bingung antara mimpi dan kenyataan, karena mimpi dengan
kenyataan itu sama. Menurut Rene De Scrates, apa buktinya kalau ini adalah
mimpi atau kenyataan. Disini sampai Rene De Scrates meragukan adanya Tuhan,
namun disini untuk mencari kebenaran Tuhan hingga dia mencari kunci, yang
menyimpulkan bahwa saya berfikir maka saya ada di kenyataan, “Cargito
Ergo Sum”.
Kemudia Rene De Scrates memiliki prinsip, tiadalah ilmu
jika tidak berlandaskan rasio. Hal in dibantah David Hume, tidak adalah ilmu jika tidak berlandaskan pengalaman.
Maka, munculah Imanuel Kant sebagai pendamai antara pemikiran mereka. Menurut I
Kant, kedua-duanya salah karena terlalu mendewakan antara rasio bagi Rene De
Scrates dan pengalaman bagi David Hume, disini menurut I Kant keduanya itu
harus digabung. Cara menggabungnya adalah Rasio yang bersifat Analitik Apriori
dan pengalaman yang bersifat sintetik A Posteriori, disini dia menggabungkan
keduanya menjadi sintetik apriori.
Hal ini jika dimasukkan ke dalam ranah matematika, matematika
murni itu berada di langit, jadi tidak perlu kenyataan itu seperti apa, yang
penting di dalam fikiran itu benar.Maka setelah sekian abad, pada tahun 1857
lahirlah seorang yang bernama Agus T Compte kemudia ia memiliki teori yang
disebut dengan Positive Saintifik. Memasuki era Agus T compte, dia mengatakan
bahwa kita itu tidak hanya berteori,
namun membangun dunia. Disini menurut dia filsafat itu tidak ada gunanya,
selain itu agama juga tidak logis, karena tidak bisa untuk membangun dunia. Hal ini mengakibatkan agama itu
berada di paling bawah, dan yang paling atas adalah positive saintifik.
Menilik pada
landasan pradigma di Indonesia, urutan
tingkatan dari bawah adalah
material, normal, normatif/ filsafat, spiritual yang hal ini berlandaskan pancasila. Memasuki zaman kontemporer, dimana kerajaan seperti Amerika dan
kawan-kawannya. Maka perubahan paradgima, dari uruan
bawah adalah Archaid, Tribal,
Tradisional, Feodal, Modern, Post Modern, Post Post Modern/ Power Now. Jika
Agus T Compte agama terletak di paling bawah, zaman sekarang agama juga berada
di paling bawah namun maksimal adalah tradisional. Disini disindir pada cerita
zaman dahulu mengenai Resi Gutawa yang memiliki istri Dewi Windarti yang
kemudian diberikan hadiah Cupu Manik oleh Dewa. Bayangkan, Indonesia, NKRI kita
tidak sadar bahwa kita di bawah Feodal, namun sekarang kita tak bisa mampu
menolak dan akhirnya gerakan kita hanya kerja, kerja, dan kerja. Seharusnya
jika ingin imbang, maka harusnya KPD yaitu Kerja Pikir dan Doa.
Dalam pembelajaran
pun, kurikulum yang kita gunakan ini
kurikulum yang mau tidak mau harus sesuai dengan keadaan di dunia yang ditopang
oleh mulai dari materialisme, kapilatisme, utilitarian, pragmatisme (dunia
instan) yang menyebabkan orang itu lupa, liberalisme, hedonisme yang
menyebabkan bingung akan melakukan apa karena segala sesuatu itu sudah ada.
Jadi, kurikulum yang seperti apapun tetap dipengaruhi oleh urusan dunia. Jika
sekarang ini filsafat bahasa, maka zaman dahulu itu namanya filsafat alam. Alam
bersifat materi sehingga disini terbentuk materialisme.
Dari pemaparan
secara ekspositori oleh Prof Marsigit, secara umum bahwa dunia berkembang,
filsafat berkembang, cara berpikir berkembang, segalanya berkembang. Namun pada
dasarnya dunia itu bersifat spiral dan linear. Spiral artinya hal yang dulu
kemungkinan terulang kembali, linear artinya maju terus, kita tidak dapat
membalik waktu.Demikian.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi. Wabarakhaatu.
No comments:
Post a Comment